Sahabat adalah Kebutuhan Jiwa

Kamis, April 04, 2013
Seperti catatan seorang sahabat hari ini, Life is Like a Birthday Cake. Terlihat enak warna-warninya di luar, namun sekalipun kita tak akan pernah bisa merasakan, jika kita tak memotong rotinya dan memakannya.

Nasib orang berbeda-beda, ada juga yang kebetulan sama nasibnya. Ada yang nampak menyenangkan, ada yang nampak menyedihkan. Semua yang nampak di luar jelas terlihat. Namun sekalipun kita tak akan pernah tau yang sejatinya, hingga kita masuk ke dalam dan melihat yang berada di dalam. Kita tak akan pernah tahu rasa roti yang nampak enak itu, jika kita "tak memotong rotinya, memakan, dan menikmatinya". Persahabatan itu adalah ketika kita makan roti tersebut, menikmati, serta merasakannya bersama-sama.

Rumus senasib itu tak selalu sama. Rumus kesedihan dan kebahagiaan juga tak selalu sama. Berbeda bukan berarti tak sama. Benar bila persahabatan yang sejati itu tidak ada. Tetapi persahabatan bukanlah kepentingan. Bukan karena kita tak senasib, lantas kita tak bisa saling mengerti. Bukan karena kita tak satu kepentingan, lantas kita bukan sahabat. Rasakan dengan hati yang terdalam. Persahabatan itu kesatuan ikatan batin, bukan kepentingan.

Sahabatku ada di mana-mana. Bukan kepentingan yang menyatukanku dengan mereka. Mereka selalu mengiringku jika kebetulan kepentingan kita sama. Mereka tetap mengiringiku, meskipun kita sibuk dengan kepentingan masing-masing. Jadi, bukan berarti jika kepentinganku dan mereka sudah tak sama, lantas mereka tak lagi kusebut sebagai sahabatku. Mereka tetap sahabatku, mereka selalu mengiringiku di hati dan di setiap bait doa. Mereka selalu sahabatku.

Dari Nu’man bin Basyir r.a., Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan persaudaraan kaum muslimin dalam cinta dan kasih sayang di antara mereka adalah seumpama satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh sakit maka mengakibatkan seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur.” (Hadis riwayat Muslim) 


Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik (shalih/shalihah) dan teman yang jahat adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api pandai besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan membakar bajumu atau engkau akan mencium darinya bau yang tidak sedap”.
(Riwayat Bukhari, kitab Buyuu’, Fathul Bari 4/323 dan Muslim kitab Albir 4/2026)

Kecantikan hakiki adalah kecantikan abadi yang tak pernah berubah, tak pernah mati dan tak pernah lekang termakan zaman ataupun waktu. Kecantikan yang terpancar dari kesantunan, kelembutan, keramahan, kerendahan hati, ketaatan serta kecintaan pada Rabb dan Rasulnya. Seperti kecantikan sejati yang terpancar lewat kecerdasan Aisyah ra., kebijaksanaan Khadijah ra., ketaatan Fatimah Az Zahra, ketabahan Siti Hajar dan keimanan Siti Masyitah.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

bismillah EmoticonEmoticon