Satu Doa Untukku, Hilang.

Rabu, Juli 20, 2011

Satu doa untukku, hilang. Tak akan ada lagi yg mendoakanku dgn doa paling panjang kata2nya, sepanjang kereta api yg paling panjang. Yaa Allah, lapangkanlah kuburx, terangilah perjalananx. Jadikanlah ia ahli surga.


Ahad, 17 Juli 2011

Pagi itu susana hati tak begitu terang

Ada sesuatu hal yang membuatnya sedikit berkabut

Aku melangkah gontai menyalakan motor

Menuju rumah bulik yang berada di pedesaan
Cukup jauh dari rumah
Berharap hati bisa sedikit lebih fresh dari sebelumnya
Benar adanya, aku pergi ke Bukit untuk mendaki
Bersama 2 sahabat SMA ku
Setelah sebelumnya makan bubur bikinan salah satu temanku yg rumahx tak jauh dari bukit
Bukit yang cukup terjal
Hanya bermodal keberanian
Alhamdulillah suasana hati menjadi cukup lebih baik dari sebelumnya setelah sampai keatas bukit
Syukurku atas indahnya hari ini, naik bukit bersama 2 sahabat

Keesokan harinya, Senin 18 Juli 2011
mama sms:
"Mbah Uti mau opname."
Siang harinya, aku langsung meluncur ke Ponorogo
Disuruh mama istirahat dulu agar bisa menjaga mbah nanti malam
Belum sempat beranjak istirahat
Sekitar pukul 16.00 WIB
Ayah pulang dengan menangis
Baru kali ini aku melihat ayah menangis tersedu-sedu
Rupanya aku langsung menangkap apa yang sedang terjadi
Tanpa pikir panjang aku memeluk ayah
Suasana rumah jadi berantakan
Aku menangis dalam pelukan ayah cukup lama
Mama yang menggendong adik bungsu juga dalam keadaan menangis kebingungan
Kedua adikku lainnya juga ikut terbawa bingungnya suasana
Mempersiapkan semua barang yang mau dibawa
Tak lama kemudian kami meluncur ke Plalangan-Jenangan (kampung mbah uti)

Rumah yang begitu sepi, sore itu ramai seketika
Merawat jenazah hingga selesai
Di sela-sela memandikan, aku meraih tangan pamanku (adikx ayah nomor 3)
Paman langsung marangkulku
Menangis sembari berkata:
"Nduk, sudah gak punya mbah. Tadi malam itu Om Heru masih ngguyoni mbah. Om Heru sangat kehilangan."
Paman tersedu-sedu, kejadian ini tepat di depan mbah uti yang sedang dimandikan
Lelaki kedua yang tak pernah aku melihat kelemahan hatinya sebelumnya
Otomatis air mataku berderai lebih banyak lagi
Yang tadix tak terisak, sekarang terisak
"Sudah, segera ambil air wudhu, sholatin mbah." Paman lebih tenang.
Kain kaffan sudah menyelimuti mbah uti
Sempat aku mencium pipinya untuk terakhir kali
Sebelum akhirnya dimasukkan dalam keranda
Tepat Adzan Maghrib berkumandang
Rasanya jama'ah maghrib yang ada di masjid menjadi berjama'ah di rumah mbah
Penuh
Setelah sholat maghrib, langsung sholat jenazah
Setelah itu bersiap-siap menerima tamu pelayat
Aku membuka si merah muda yang masih kupegang sejak tadi
Entah kenapa aku hanya muterin Al-Mulk
Air mata terus berderai tanpa terisak
Entah juga kenapa alirannya belum bisa dihentikan
Bukan ketidakikhlasan yang menyebabkan itu
Hanya saja, banyak kenangan yang meletup-letup di memori
Bak Layar sejuta pixel hadir kembali hari itu
Maklum, mbah yg merawatku sejak kecil

Selesai membaca si merah muda, aku yang belum salim sama mbah kakung segera ke depan
Menemani mbah kakung bersama bulik2
Menyalami para tamu yg melayat
Mbah kakung belum sadar akan kehadiranku
Sudah 1 tahun mbah kung menderita glukoma
Sehingga pandangannya sedikit kabur
Ketika aku menyalami mbah
Bulik bilang, 'Firsty mbah."
Meledak tangis mbah kung berderai kembali
Akupun tak kuasa menahan aliran yang baru berhenti
Lelaki ketiga yang belum pernah aku melihat selemah ini
Mbah berkata yang intinya baru saja mbah uti bilang kalau di rumah sakit nanti ditemenin firsty juga ya
Yaa Rabb, mbah utiku.. 
Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afihi wa’fu ‘anha wa akrim nuzulaha wa wassi’ madkhalaha wa taqabbala a’malaha waj’al al-jannata maswaha. Allahumma la tahrimna ajraha wa la taftinna ba’daha waghfir lana wa laha..


Tamu silih berganti datang dan pergi
Hingga pukul 20.30 jenazah siap diberangkatkan
Suasana haru lebih dari yang tadi
Jenazah sudah menuju pemakaman
Tersisa mbah kakung dan kaum perempuan yang ada dirumah
menyalami tamu yang terus berdatangan

Selasa, 19 Juli 2011
Pagi yang sedikit lebih tenang dari kemarin
Beribu tamu datang dan pergi
Rekan kerja mbah, bulik2, dan om2
Tetangga2, saudara2, sanak famili.
Hari pun beranjak sore
Setelah aku dari kota untuk membeli ayam di pasar
Pamanku yang ada di Lampung (Adikx ayah nomor 6) dan
mbak yang ada di Jakarta (cucux mbah yang mbareb) telah tiba
Aku menyalami pamanku itu
Sama seperti kejadian awal
Tinggiku yang hanya diatas perut om Nono
Seketika langsung dirangkul
Meledaklah tangisan Om
Aku yang sudah cukup tenang
Kembali berkaca-kaca dan memerah
"Sudah pulang Nduk?"
"Sudah Om sejak hari jumat, alhamdulillah ikut lihat mbah dimandikan."
Masih memeluk dan menangis, tak cukup lama karena di depan para banyak tamu
"Ya sudah. . ." kata om Nono yg masih terisak melepaskan pelukan
Lelaki keempat yang belum pernah aku melihatnya menangis sebelumnya

Lagi dan lagi, Allah mengingatkan aku tentang mutlaknya kematian
Apalagi kejadian mbah yang begitu cepat ini
Berangkat ke Rumah Sakit tensi masih 120 mmHg
Sampai UGD pun masih 120 mmHg
Sangka, tak disangka, tamu tak diundang yang mampir ke rumah mbah
Mengikuti sampai ke Rumah Sakit
Dokter mengharuskan mbah masuk ICCU segera
Hanya Ayah yang ada disamping mbah
Perjalanan masuk ruang ICCU pun mbah masih bisa bicara dan berdzikir
Setelah masuk ruang ICCU itu
Ternyata tamu tak diundang semakin akrab dengan mbah
Alat-alat perekam detak jantung dan sebagainya masih mau dipasang
Tensi mbah semakin menurun dan terus menurun
Alat yang dipasang seakan tak berfungsi
Apa daya, garis lurus yang hanya muncul di layar
Dokter yang sempat berusaha tetap ditanya ayah yang tak percaya
Bagai tidur tenang saja
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Yaa Allah, terangilah perjalanannya

Selamat jalan mbah utiku
Seindah doa yang diberi kepadamu
"Siti Nurjannah", Cahaya Surga bagimu dan kami semua
Sepanjang doamu untuk kami
Sepanjang doa kami untukmu
Doa ke-7 anakmu & menantu
Doa cucu-cucu
Doa semua orang yang mencintai
Kelak kita akan bertemu di Surga bersama-sama
Berkumpul semua keluarga kita dengan keluarga Rasulullah
Allahumma aamiiin yaa Rabbal'alaamiiin


"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." (Q.S An Najm:53)

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan."(QS. Al Ankabut : 57)

Kecantikan hakiki adalah kecantikan abadi yang tak pernah berubah, tak pernah mati dan tak pernah lekang termakan zaman ataupun waktu. Kecantikan yang terpancar dari kesantunan, kelembutan, keramahan, kerendahan hati, ketaatan serta kecintaan pada Rabb dan Rasulnya. Seperti kecantikan sejati yang terpancar lewat kecerdasan Aisyah ra., kebijaksanaan Khadijah ra., ketaatan Fatimah Az Zahra, ketabahan Siti Hajar dan keimanan Siti Masyitah.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

bismillah EmoticonEmoticon