Tentang Rindu dan Hidup Dinamis

Sabtu, Juni 23, 2012

Rindu mereka......

Pagi dini hari, setelah tahajud dua rekaat. Saya membereskan kamar yang sedikit berantakan dan menyiapkan materi ujian untuk minggu depan. Beberapa menit kemudian saya membuka notebook. Entah mengapa, saya menemukan foto ini.
Entah mengapa juga, di telinga saya terdapat headset yang sedang memutar ost. "taare zameen par", membuat perasaan halus dari dalam jiwa bersuara. Gemuruh perasaan rindu akan masa kecil. Menitik air mata saya, melihat foto itu, rindu yang teramat sangat.

Saya mengingat mbah kakung...
Ketika pulkam minggu kemarin, saya bertemu dengan sisa-sisa semangatnya. Saya mendekatinya yang berbaring di atas kasur. Melepas rindu dengan bercerita. Saya memandang terus wajah beliau yang sudah tak bisa memandang saya lagi karena glukoma yang dideritanya. Rambut yang sudah memutih semua. Waktu seakan telah senja untuknya. Awalnya dalam rangka membujuk mbah kakung agar mau ikut manasik haji. Beliau insyaallah pergi ke tanah haram tahun ini. Namun, apa daya, mbah uti sang motivator telah tiada.

Kami berbicara banyak tentang hidup. Berbicara banyak tentang semangat, tentang kembali mengumpulkan semangat ketika "separuh jiwa" dan "sepenuh semangatnya" sudah tiada lagi.

"Mbah uti itu, semangat utama Nduk, motivator, tapi ibadah tetap untuk Allah sepenuhnya."
Kurang lebih seperti itu beliau menyampaikannya. Betapa pengaruh seorang istri begitu besar dalam hidup seorang suami. Hatiku campur-campur mendengarnya.

Meski beliau mengakui sudah sering lupa dengan apa saja yang baru dilakukan. Namun mbah kakung mempunyai ingatan untuk masa lalu yang begitu kuat. Ini terbukti ketika adik-adik yang sedang belajar, berteriak-teriak menanyakan sesuatu hal tentang mata pelajaran kewarganegaraan. Dan mbah kakung tiba-tiba menjawabnya dengan benar. Terlintas dibenak saya untuk mengumpulkan semangat mbah kakung kembali dengan memunculkan ingatan-ingatan mbah masa lalu.

"Mbah, firsty ndak tau, mbah pernah mendengar apa tidak. Saya pernah memaca hadis: 'Jika di tangan kita ada bibit tanaman, sedangkan kita tahu besuk hari kiamat, maka tanamlah bibit itu.' Hadis ini sangat memberi motivasi untuk firsty agar tidak mudah putus asa. Karena kita tidak tahu, mbah, hari esok itu seperti apa."

"Mbah benar tidak mau ikut manasik haji kenapa? apa yang bisa membuat mbah kakung semangat lagi?" aku bertanya lirih.


Kalau ibadah itu ya untuk Allah sepenuhnya, Nduk."  jawab Mbah Kakung.

Senyumku bersimpul kecil, hatiku haru. Masih banyak lagi perbincangan dengan mbah kakung yang membuat haru...

"Mbah, SEMANGAT...!"
Saya bangun dari kasur, meraih tangan mbah kakung yang tetap berbaring, dan menciumnya.


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada bermacam-macam yang diingini, yaitu kepada wanita-wanita, anak-anak, harta yang berlimpah-limpah dari jenis emas, perak, kuda yang bagus, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan (surga) pada sisi Allah sebaik-baik tempat kembali.”  (QS. Ali Imron [3] : 14)

*hidup ternyata memang dinamis, ada yang datang dan ada yang pergi, tergantung kita seberapa besar memberi makna kebaikan untuk setiap-setiap yang hadir dalam hidup.

Kecantikan hakiki adalah kecantikan abadi yang tak pernah berubah, tak pernah mati dan tak pernah lekang termakan zaman ataupun waktu. Kecantikan yang terpancar dari kesantunan, kelembutan, keramahan, kerendahan hati, ketaatan serta kecintaan pada Rabb dan Rasulnya. Seperti kecantikan sejati yang terpancar lewat kecerdasan Aisyah ra., kebijaksanaan Khadijah ra., ketaatan Fatimah Az Zahra, ketabahan Siti Hajar dan keimanan Siti Masyitah.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

bismillah EmoticonEmoticon